Selasa, 16 Oktober 2012

terima kasih dan maaf


pukul 06.30 kami harus sudah berkumpul di cililitan, dulu belum ada PGC masih berupa lahan kosong di samping terminal dalam kota, kadang saya sampai menggigil karena jarang mandi sepagi itu, karena selama hampir dua tahun lebih kami kebagian kelas siang. berangkat dari Gg.Dermaga aku bersama seorang teman sekelas, namanya mul panggilannya Iyong, sampai di cililitan sudah berkumpul bahkan dari anak-anak kelas lain. Yah hari ini kami ada praktikum, karena sekolah kami belum memiliki bengkel dengan peralatan dan mesin-mesin yang lengkap sehingga ketika praktek kami harus menginduk di BPKPT Pusat, tepatnya di samping SMU N 1 jalan Budi Utomo Jakarta Pusat (Boedoet), bagi yang mengerti peta tawuran pelajar di jakarta, mungkin nama itu bukan nama yang asing lagi, Ehm tidak...bukan mereka anak-anak SMU 1 yang suka menebar keributan tetapi setahu saya adalah anak-anak STM PGRI yang juga berlokasi di sekitaran jalan Budi Utomo yang juga menisbatkan diri mereka ke dalam nama Boedoet ketika mereka tawuran dengan pelajar sekolah lain.
        Ijul, Ferry Padang, Thile, Ian,  Lala, dll bahkan dari basis rambutan pun berkumpul, ikut berangkat dari sini, dan hari itu aku kebagian jatah 'mantek'. Mantek atau mantekin bus adalah istilah kami untuk menghentikan bus secara paksa dengan cara beberapa orang berdiri di tengah jalan ketika bus yang akan di stop sudah mulai mendekat, meski tak jarang bus-bus yang akan di stop itu melaju dengan kecepatan tinggi. Sangat beresiko memang, dan baru sekarang saya menyadari betapa bodohnya dulu saya karena tidak tau menghargai betapa berharganya nyawa-nyawa kami. Yah tapi mesti gimana lagi, Jakarta selalu mempunyai cara untuk membuat orang menjadi kreatif, atau nekad? meski tidak dipedulikan lagi apakah cara-cara tersebut merugikan orang lain atau tidak, melanggar aturan atau tidak, selama ada 2 atau beberapa pihak besar berkompromi maka semuanya bisa diatur.hmm...begitulah kondisi saat itu, semoga sekarang kian membaik. Disatu sisi mereka para sopir (PPD patas 02 atau patas 40 yang akan kami tumpangi) lebih suka mengangkut penumpang para karyawan kantor daripada mengangkut anak-anak sekolah yang tarifnya kurang dari setengah tarif mereka para karyawan kantor, belum lagi kalau nanti mereka tawuran, para sopir akan beresiko mengganti kaca pecah, atau kerusakan-kerusakan lainnya. jadi ketika ada kerumunan anak sekolah meski kadang di halte, mereka lebih memilih memacu busnya daripada berhenti mengangkut anak-anak sekolah itu. Dan itulah keadaan yang memaksa kami melakukan hal yang beresiko tinggi, karena kami pun tidak ingin terlambat ke tempat praktek, dan di sisi lain kami pun tidak ingin berangkat secara terpisah-pisah kami ingin berangkat dalam satu bus, dalam satu rombongan, atau paling tidak 2 bus untuk jumlah kami yang berkumpul saat itu sekitar 70 orang bahkan lebih, karena terdiri dari 3 atau 4 kelas. Kenapa? karena kami akan melewati jalur-jalur rawan tawuran, mulai dari cililitan, pertigaan jambul yg ke arah kalibata, kemudian cawang, otista, kampung melayu, jatinegara, halte berland, perempatan matraman, lalu di kramat raya kami harus melewati salah satu sekolah musuh yaitu saint joseph (dulu kami memanggilnya STM israel) yang juga berseteru dengan STM Kramat Raya, belum lagi di Pasar Senen, kami akan bertemu dengan anak2 STM Poncol, dan banyak hal-hal yang tak terduga lainnya sehingga ketika ada salah seorang yang ketinggalan rombongan maka kemungkinan besar dia lebih memilih membolos dari pada berangkat sendirian, atau kadang ada beberapa yang tetap berangkat dengan cara melepas seragamnya dan berpakain bebas layaknya bukan seorang pelajar dengan konsekwensi membayar lebih mahal tentunya.
      "Woy...Patas 02 tuuuh, Pantekin!!!" seseorang yang berada di ujung sebelah timur berteriak, Saya dan beberapa teman akhirnya berhasil menghentikan bus patas 02 jurusan kp.rambutan-kota, dan saya mantekin itu bus atau berdiri di tengah jalan di depan bus sampai semua teman-teman saya naik, baru kemudian saya minggir dan menyusul mereka naik, biasanya saya hanya akan kebagian bergelantungan di pintu depan. begitu pula hari itu, setelah memastikan semua teman-teman saya naik, saya bergegas kesamping kearah pintu, tangan saya berhasi meraih pegangan berupa pipa besi seukuran genggaman tangan, namun kaki saya tidak mendapatkan tempat untuk berpijak hingga saya terpeleset dan jatuh terjengkang ke belakang, saya lupa kronologinya ketika saya terjatuh yang saya ingat saat itu adalah bahwa saya jatuh terlentang dan ketika saya sedang mencoba menyadari apa yang terjadi, menggabungan orientasi rasa dan dimensi waktu serta memandang apa-apa yang lurus dari mata saya, berlahan namun pasti bus patas 02 yang sekiranya tadi akan kami tumpangi bergerak maju karena pak sopir menganggap semua sudah terangkut dan mungkin juga karena kaca spion tertutup oleh teman-teman saya yang bergelantungan di pintu depan, saya seperti menyaksikan sebuah adegan slow motion ketika perlahan roda depan bus melindas separuh telapak kaki saya yang tertutup sepatu adidas hijau strip-strip putih dan saya hanya bisa merasakan sakit ah bahkan saya tidak merasakan apa-apa saat itu saya hanya bisa melihat tapi saya begitu lemah untuk menggerakan tubuh saya, dan saya tidak sanggup menghindar meski seolah semua terjadi begitu pelan.Saya masih terbaring dan mencoba menyadari apa yang sedang terjadi dan entah karena refleks atau apa kemudian saya memiringkan badan saya dan menekuk kaki saya seperti meringkuk seperti posisi fetus pada janin yang mulai terbentuk, bukan karena sakit juga bukan karena berusaha menghindar menjauh dari kolong bus yang perlahan melaju namun saya merasa dengan begitu saya akan merasa lebih nyaman, bahkan tidak terpikirkan dengan gerakan tersebut semakin membuat saya bergerak kearah kolong bus, dan ketika roda ban belakang mulai menempel di pinggang, yah sungguh saya masih mengingatnya roda ban belakang bus PPD Patas 02 itu sudah menempel di pinggang saya dan terus bergerak perlahan, antara sadar dan tidak saya menemukan sebuah pengertian yang dalam dan mendasar ketika itu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, kenapa saya katakan antara sadar dan tidak, karena pada saat itu saya sadar bahwa saya sedang berada dalam keadaan yang sangat membahayakan sangat genting namun saya tidak bisa berbuat apa-apa karena seluruh badan saya lemas dan meski otak saya masih sadar namun hanya terpaku mencoba mengingat-ingat bagaimana saya bisa terjatuh kenapa ban mobil ini mau melindas saya, tidak adakah yang bisa menghentikannya, dan dimana orang-orang ketika saya jatuh, dan bermacam-macam pertanyaan lainnya yang tak terjawab saat itu tidak kuasa untuk mengambil alih atas kemampuan diri saya untuk bangun dan menghindar. Dan ketika saya sampai pada satu titik kepasrahan yang bahkan sebelumnya saya tidak tahu bahwa saya memiliki atau diberi rasa pasrah seperti itu, tiba-tiba roda belakang bus tersebut berhenti sebelum benar-benar menggilas saya, Maha Besar Allah dengan segala kemampuannya yang tak terhingga yang memberi pertolongan dan masih memberi kesempatan pada hambanya yang lemah dan tak tau diri ini. Seorang teman melompat turun dan menghadang bus yang mulai melaju perlahan, kemudian seorang teman membopong saya dan saya masih ingat namanya Heru kalo ga salah dulu tinggalnya di gang SDI, jika masih diberi kesempatan bertemu, adalah bahwa saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah menolong saya waktu itu, dan jika masih diberi kesempatan bertemu dengan pak sopir bus PPD Patas 02 (yang sekarang kian tergusur oleh BUS WAY atau Trans Jakarta) saya ingin meminta maaf yang sedalam-dalamnya karena teman-teman saya telah memecahkan kaca-kaca busnya meski saya tidak memerintahkannya. Bahkan saya baru mengetahui kalau teman-teman saya merusak bus tersebut adalah ketika saya memutuskan untuk tetap berangkat dengan menumpang bus PPD Patas 02 yang lain, setelah beristirahat beberapa menit dan memulihkan kondisi maka kami menyetop bus lainnya, ketika bus baru berjalan seratus atau dua ratus meter, bus yang kami tumpangi melewati bus Patas 02 yang telah melindas separuh telapak kaki saya tadi dalam keadaan kosong di tinggalkan penumpangnya dengan kondisi kaca yg hancur berserakan. Saya benar-benar menyesal dan itu diluar kuasa saya. Dari semua yang terjadi bahwa saya juga telah berjanji kepada diri saya untuk berusaha memanfaatkan kesempatan selanjutnya dengan memanfaatkan waktu-waktu yang masih diberikan kepada saya untuk hal-hal yang berguna dan untuk hal-hal yang diridhoiNya. semoga Allah memudahkan saya dan kita semua...

2 komentar:

  1. mangkenye latihan dl jadi kondektur .....

    bahaya memang mengintai dimana2 ...semuanya menjadi hikmah bahwa setiap saat Malaikat Maut selalu siap menjemput ...maka Waspadalah, Siaga Selalu (bukan medika) ...selalu dalam amalan kebaikan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe iya, kurang latihan, dulu baru latihan vocal aja, latiannya tereak2 "Pulo gading...kelapa gadung...pulo gading...kelapa gadung,berangkaaaat (dialek sumatra utara mode on) dapet nemu di terminal rambut kampungan,

      ya waspadalah...semoga Allah memudahkan kita untuk mengetahui dan melakukan amalan2 yang baik,

      Hapus