Selasa, 03 September 2013

Batas sejajar dan tegak lurus 2

Bahu saya masih terasa sakit, ngilu ketika di pegang, punggung bagian bawah, paha dan betis, tapi hal ini tidaklah membuat saya kapok dan berhenti mengulanginya, jika ada kesempatan lagi atau ada yg mengajak lagi ayooouw....

Bukan sebagai ajang berbangga-bangga diri bahwa saya pernah kesitu kesana dan kesini, tapi saya lebih menganggapnya sebagai proses memahami diri sendiri, memahami keterbatasan kita sebagai manusia yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya, membutuhkan teman...membutuhkan bantuan / pertolongan orang lain...

 وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ

"Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa..." (QS Al Ma'idah [5] : 2)

-Memahami diri sendiri bahwa begitu kecilnya kita, diantara mahluk-mahluk ciptaan Allah lainnya, namun karena kebodohan kita, kita menyanggupi amanah yang bahkan langit dan bumi serta gunung yang beberapa saya telah melihat secara nyata begitu besarnya, begitu luasnya namun mereka tak sanggup mengemban amanah yang Allah hendak bebankan padanya sebelumnya.

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولً

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS al-Ahzab [33]: 72).

-Memahami diri kita, bahwa segala kemampuan yang ada bukanlah semata kemampuan kita menganalisa keadaan dan kekuatan kita menghadapi cuaca dan medan tetapi semua hal itu adalah karena karunia dan kemurahan dari Allah, karena sesungguhnya kita adalah manusia yang lemah jika tanpa pertolongan Allah.

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa". (QS Ar Ruum [30]: 54).

-Memahami karakter teman-teman kita, karena salah satu cara melihat keadaan mereka adalah dengan cara safar bersama (bepergian bersama), atau menginap dirumahnya, 

Syaikh Muhammad bin shalih Al-Ustaimin berkata,
وسمي سفرا لأنه من الإسفار وهو الخروج والظهور كما يقال أسفر الصبح إذا ظهر وبان وقيل في المعنى سمي السفر سفرا لأنه يسفر عن أخلاق الرجال يعني يبين ويوضح أحوالهم فكم من إنسان لا تعرفه ولا تعرف سيرته إلا إذا سافرت معه وعندئذ تعرف أخلاقه وسيرته وإيثاره
“Diistilahkan safran [سَفْرًا l] karena diambil dari makna al-isfar [الْإِسْفَارُ ] yaitu: keluar dan terang, nyata. sebagaimana dikatakan dalam ungkapan [أَسْفَرَ الصُّبْحُ] yaitu bersinar atau bercahaya. Secara makna disebut  as-safaru–safran karena “membuka perihal akhlak seseorang.” Maksudnya, menjadikan jelas dan nyata keadaannya. Berapa banyak orang yang belum terkuak jati dirinya, bisa terungkap setelah melakukan safar/bepergian bersamanya. Ketika dalam safar itulah engkau mengetahui akhlak, perangai dan wataknya.” Syarh riyadhus shalilhin 

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata,
وإنما سمى السفر سفراً، أنه يسفر عن الأخلاق . وفى الجملة فالنفس فى الوطن لا تظهر خبائث أخلاقهم لاستئناسها بما يوافق طبعها من المألوفات المعهودة، فإذا حملت وعثاء السفر، وصرفت عن مألوفاتها المعتادة، ولامتحنت بمشاق الغربة، انكشفت غوائلها، ووقع الوقوف على عيوبها
“Disebut as-safaru–safran karena “membuka perihal akhlak seseorang. Pada umumnya, seseorang yang tinggal di daerah asalnya tidak menampakkan kejelekan akhlaknya karena ia terbiasa dengan apa yang seseuai dengan tabiatnya yang biasa ia hadapi. Jika ia melakukan safar, maka tidak tidak biasa lagi dengan keadaan dan kebiasaannya. Ia akan diuji dengan kesusahan safar yang berat dan tersingkaplah kejelekan dan diketahui aib-aibnya.” Mukhtashar Minhajul Qashidin 2/57, Syamilah
Dalam suatu riwayat mengenai Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu,
كان عمر رضي الله عنه إذا زكى رجل شخصا عنده قال له هل سافرت معه هل عاملته إن قال نعم قبل ذلك وإن قال لا فقال لا علم لك به
“Umar bin Al-Khatthab radhiallahu ‘anhu ada seseorang yang merekomendasikan temannya, beliau bertanya, “Apakah engkau pernah melakukan safar bersamanyaApakah engkau telah bergaul dengannya?” jika jawabannya “Ya.” maka Umar pun menerimanya. Jika jawabannya “Belum pernah”, maka Umar  akan mengatakan, “Engkau belum mengetahui hakikat senyatanya tentang orang itu.” Syarh riyadhus shalilhin 3/77
-Kita bisa mengenali hakikat seseorang ketika safar karena safar adalah salah satu keadaan yang terkadang didalamnya banyak kesulitan, dan kita bisa mengenali seseorang lebih terang ketika dalam keadaan sulit, sebagaimana nabi sholallahu 'alaihi wassalam pernah bersabda :
السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ، فَإِذَا قَضَى أَحَدُكُمْ نَهْمَتَهُ مِنْ سَفَرِهِ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ
Bepergian itu bagian dari azab. Seseorang akan terhalang (terganggu) makan, minum, dan tidurnya. Maka, bila seseorang telah menunaikan maksud safarnya, hendaklah ia menyegerakan diri kembali kepada keluarganya.” Shahih Al-Bukhari no. 1804 dan Shahih Muslim no. 179
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata,
ومن كان في السفر آذى هو مظنة الضجر حِسنَ الخلق، كان في الحضر أحسن خلقاً .وقد قيل : إذا أثنى على الرجل معاملوه بى الحضر ورفقاؤه في السفر فلا تشكوا في صلاحه .
“Barangsiapa yang ketika bersafar mengalami kesusahan dan keletihan ia tetap berakhlak yang baik, maka ketika tidak bersafar ia akan beraklak lebh baik lagi. Sehingga dikatakan, jika seseorang dipuji muamalahnya ketika tidak bersafar dan dipuji muamalahnya oleh para teman safarnya,maka janganlah engkau meragukan kebaikannya.” Mukhtashar Minhajul Qashidin 1/39, Syamilah

-Belajar fokus pada 1 tujuan dengan mengerjakan pada satu perkara dan ketika perkara tersebut telah selesai maka kerjakanlah pada perkara selanjutnya ...

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ

"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain." (QS Al-Insyirah [94] : 7)

seperti halnya ketika naik saya berusaha memfokuskan pada tujuan mencapai puncak dan membayangkan menikmati sejuknya suasana serta pemandangan yg tidak didapat selain dari sudut tersebut, sejenak merenungi keagungan ciptaan dzat yang maha Agung dan bersyukur atas segala nikmatnya, dan ketika tujuan itu tercapai maka bergulir pada tujuan selanjutnya yaitu turun dan kembali dengan selamat dan membayangkan menemui suasana kehangatan rumah, kembali melakukan amalan-amalan yang tak bisa dilakukan ketika safar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar