Kamis, 15 Agustus 2013

dalam,


Dalam diam, kita justeru bicara sejuta bahasa.

Dalam senyap, kita bisa menyulam saling pengertian.

Dalam hening, kita bisa memahami lebih dalam lagi.

Maka, tidak usah bergegas menjelaskan. 
Tidak perlu rusuh menyampaikan. 
Tidak perlu cemas atas banyak hal. 
Biarkan sunyi yang menghabisi hal-hal kecil tidak penting, 
menggantinya dengan hakikat kedekatan.






Ketika kita disuruh menunggu, lantas bertanya, hingga kapan? sampai kapan? berapa lama? Maka sebenarnya kita tidak sedang menunggu, Kawan. Tapi berhitung, penuh perhitungan sang pedit nan pelit.

Ketika kita disuruh bersabar, lantas nyeletuk iya kalau ujungnya dapat, kalau nggak? Rugi dong. Maka sebenarnya kita tidak sedang bersabar, Kawan. Tapi transaksi jual beli, atau malah bertaruh. Seolah bersabar adalah pilihan tersisa yang dilempar di atas meja taruhan.

Padahal, sungguh tidak ada resiko bagi orang yang sabar. Dia menjual sesuatu kepada yang maha memiliki segala sesuatu. Apanya yang akan rugi? Jangan begitu keliru memahami hakikat sabar. Orang2 dulu yang berilmu bahkan menghabiskan puluhan tahun hanya untuk mengerti satu cabangnya saja.















siapa sih Tere Lije?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar